Pada abad ke-19 Masehi, hiduplah seorang ulama yang dikenal pada masanya. Ki Soleh Darat, itulah namanya. Semasa hidupnya, Ki Sholeh Darat dikenal akan ilmunya yang tinggi. Berbagai karya monumental ia buat. Berkat ilmunya yang tinggi itu, ia mendapat pengakuan dari penguasa Mekkah dan dipilih menjadi seorang pengajar di sana.
PALEMBANG - Kyai Marogan terlahir dengan nama Masagus H Abdul Hamid bin Masagus H Mahmud. Namun bagi masyarakat Palembang, julukan “Kiai Marogan” lebih terkenal dibanding nama lengkapnya. Julukan Kiai Marogan dikarenakan lokasi masjid dan makamnya terletak di Muara sungai Ogan, anak sungai Musi, Kertapati Palembang. Mengenai waktu kelahirannya, tidak ditemukan catatan yang pasti. Ada yang mengatakan, ia lahir sekitar tahun 1811, dan ada pula tahun 1802. Namun menurut sumber lisan dari zuriatnya, dan dihitung dari tahun wafatnya dalam usia 89 tahun, maka yang tepat adalah ia lahir tahun 1802, dan meninggal dunia pada 17 Rajab 1319 H yang bertepatan dengan 31 Oktober 1901. Pada waktu Kiai Marogan lahir, kesultanan Palembang sedang dalam peperangan yang sengit dengan pemerintah kolonial Hindia Belanda. Kiai Marogan dilahirkan oleh seorang ibu bernama Perawati yang keturunan Cina dan ayah yang bernama Masagus H Mahmud alias Kanang, keturunan ningrat Palembang. Dari surat panjang hasil keputusan Mahkamah Agama Saudi Arabia, diketahui silsilah keturunan Masagus H. Mahmud berasal dari sultan-sultan Palembang yang bernama susuhunan Abdurrahman Candi Walang. Berikut ini adalah silsilah beliau sampai ke Rasulullah Masagus Haji Abdul Hamid Kiai Marogan binMgs. H. Mahmud Kanang binMgs. Taruddin binMgs. Komaruddin binPangeran Wiro Kesumo Sukarjo binPangeran Suryo Wikramo Kerik binPangeran Suryo Wikramo Subakti binSultan Abdurrahman Kholifatul Mukminin Sayyidul Imam binPangeran Sedo Ing Pasarean Pangeran Ratu Sultan Jamaluddin Mangkurat VI binTumenggung Manco Negaro binPangeran Adipati Sumedang binPangeran Wiro Kesumo Cirebon Tumenggung Mintik binSayyid Muhammad Ainul Yaqin Sunan Giri binSayyid Maulana Ishaq Syeikh Al Umul Islam binSayyid Ibrahim Akbar binSayyid Husain Jamaluddin Al Akbar binSayyid Achmad Syah Jalal Umri binSayyid Abdullah Azmatkhan binSayyid Abdul Malik Azmatkhan binSayyid Alwi binSayyid Muhammad Shohib Mirbat binSayyid Ali Khaliq Qosam binSayyid Alwi bin Sayyid Muhammad binSayyid Alwi bin Sayyid Abdullah binSayyid Ahmad Al Muhajir binSayyid Isa Arrumi binSayyid Muhammad An Naqib binSayyid Ali Al Ridho bin Sayyid Ja’far Shidiq binSayyid Muhammad Al Baqir binSayyid Ali Zainal Abidin binSayyidina Husain bin Ali bin Abi Tholib dan Fatimah Az Zahro binti “Rasulullah Salallahu Alaihi Wasallam Kiai Marogan Abdul Hamid dan saudaranya Abdul Aziz. terlahir dari perkawinan orangtuanya Ayah yang bernama Mgs. H. Mahmud dan ibu Perawati keturunan Cina adapun saudaranya yang lain Lain Ibu bernama Masayu Msy Khadijah dan Msy Hamidah. Kiai Marogan hanya memiliki seorang adik yang bernama Masagus KH Abdul Aziz, yang juga menjadi seorang ulama dengan sebutan Kiai Mudo. Sebutan ini dikarenakan ia lebih muda dari Kiai Marogan.
Sesampainyadi Kudus, Mbah Mangli segera menuju Kompleks Pondok Pesantren Yanbu'ul Qur'an, Kudus yang berada tak jauh Masjid Al-Aqsha yang terkenal dengan Masjid Menara Kudus. Ketika sampai di depan Ndalem Kyai Arwani, Mbah Mangli tiba-tiba bersimpuh sambil berjalan perlahan-lahan atau "ngesot" dalam bahasa jawa.
Teman-teman Naqshabandi Semarang mengharapkan saya Moh Yasir Alimi menemani perjalanan mereka dan Syaikh Syaikh Mustafa Mas’ud al-Naqsabandi al-Haqqani ke Jogja agar kami bisa ngobrol di mobil. Perjalanan kami melewati Salatiga, dan di sinilah, Syaikh Mus bercerita tentang Kiai Munajat. Cerita ini dan juga cerita tentang Mbah Dimyati memberi ilustrasi tentang getar di dada, rasa yang hidup dan bergelora di dada Sayidina Abu Bakar dimiliki oleh Kiai-Kiai NU. Rasa dan getar di dada yang muncul karena dzikir, yang bahkan setelah kewafatan mereka pun mereka masih "online". Cerita ini menjadi semakin menarik dikaitkan dengan cerita Kiai Said tentang ulama-ulama Timur Tengah yang maju dalam intelektualitas tapi mereka gagal menjadi ruh bagi masyarakatnya. Santri bukan pakaian dan bukan identitas. Santri adalah rasa fana di dalam Allah dan keterkaitan dengan Rasullah. Menjadi santri adalah leburnya ego, hidupnya spiritual di dada, keterkaitan ruhani dengan Rasulullah dan menjadi rahmat bagi semesta. Berikut adalah wawancara saya dengan Syaikh Mustafa. Ceritakan padaku tentang Kiai Munajat ini? Kiai Munajat seorang kiai yang pemberani. Beliau menyelamatkan Kolonel Darsono meski dengan resiko. Setelah dua tahun lebih dari cerita Kolonel Darsono, Syaikh Mus baru datang ke sana. Sampai pada tepi sawah kemudian ketemu seorang petani. “Ajeng teng pundi ki sanak? “Saya mau ke rumahnya Kiai Munajat”. “Oh saya antarkan, saya salah satu muridnya yang pertama.” Ternyata Kiai Munajat sudah wafat empat puluh hari sebelumnya. Kiai Munajat diteruskan oleh anaknya Kiai Munawir, Kiai Munawir ini seorang Kiai yang sangat tawadhu’. Walaupun sudah meninggal, teryata ada masih nyanbung. Santri-santrinya Kiai Munawair kalau menghapal Al-Qur'an di kuburan Kiai Munajat dan murid-murid merasa sangat gampang menghapal Al-Qur’an. Di situ ngaji seperti suara lebah, karena ramainya mengaji. Saya pernah mengajak teman-teman mampir di sini, teman-teman pada bertanya “Ini ada acara apa?” “Ya ndak ada, ini memang seperti ini setiap harinya. Al-Qur’an tidak pernah berhenti.” Kalau berkunjung, saya selalu mondok di sumur beliau. Airnya seger sekali. Tempat beliau dekat terminal Salatiga, dekat kantor NU. Kiai Munajat wafat tahun 1986 atau 1987. Hubungan saya dengan beliau begitu intens. Beliau Jenis orang yang sesudah meninggal masih "online". Subhanallah. Bagaimana dengan cerita tentang Mbah Dimyati? Aulia jaman dahulu memang seperti Kiai Munajat itu. Yang model seperti itu di banyak tempat. Di Kedawung, Pemalang ada Mbah Dimyati. Sudah wafat pun masih membantu menghapalkan Al-Qur'an pada cucunya. Ternyata paman saya Kiai Dahlan Kholil mengambil ijah Al-Qur'an dari beliau. Isteri saya pernah dapat cerita dari anaknya bahwa cucunya kalau menghapal Al-Qur'an selalu di kamar Mbah Dim, dan dia merasa selalu disimak Mbah Dim. Untuk mendapatkan perspektif bagaimana sosok Mbah Dim, ada suatu cerita begini. Suatu hari Mbah Dim menghadiri manaqib di Pekalongan. Ada Habib pulang duluan membawa mobil, Mbah Dim dengan sepeda onthel. Ternyata mobil tersebut mogok dan Mbah Dim mendapatinya. "Mogok Bib?" tanya Kiai Dim.“Ngenteni Njenengan, Kiai?” jawab Habib.“Nggih mpun mriki. Ya sudah, ke sini. Kalau seperti itu tak lungguhani Quran bodhol’.” Saking tawadhu'nya beliau menyebut dirinya sebagai Al-Qur'an Bodhol, sudah awut-awutan, lepas-lepas kertasnya. MasyaAllah“Mpun monggo distater,” kata Kiai Dim.“Sepedamu disendekke situ. Tak ampirke omahku. Ya sudah kuajak kau ke rumahku tak kei kopi” ajak sang tipikal ulama NU dulu yang sekarang semakin hilang. Linda yang akan kita kunjungi di Jogja ini, pernah bercerita pada saya begini. “Syaikh, ulama kalau bicara tentang kebaikan itu biasanya hanya omongan saja.” Apalagi sekarang, banyaknya kiai di TV. Itu profil scholarship yang ada sekarang. Hanya agama sebagai omongan saja. Iya Syaikh. Kalau kita lihat sekarang agama di dunia Islam itu hanya omongan saja. Ketika orang bicara tentang kebaikan hanya ngomong saja. Allah pun menjadi sekedar omongan, bukan getar di dada. Allah menjadi sangat abstrak. Padahal Allah adalah Dhat yang Maha Lahir dan Maha Batin. Apa yang hidup di dada Abu Bakar, di Kiai Munajat, di Kiai Dimyati sebagai rukun Islam itu tidak ada. Apa sebabnya bisa menjadi begini? Ada faktor eksternal dan internal. Faktor eksternal berupa operasi Yahudi agar umat Islam agar umat Islam saling bertengkar. Di Semenanjung Arabia, operasi Yahudi ini melahirkan wahabi. Betul, Syaikh. Wahabi hanya menjadikan agama sebagai wacana saja, bukan keimanan. Al-Quran sebagai debat bukan sumber akhlak. Modus keagamaan Wahabi adalah debat. Melalui debat dan menyalahkan orang lain inilah mereka mendapatkan diri mereka sebagai Muslim. Bukan ibadah mereka pada Allah. Di samping faktor eksternal itu ada juga faktor internal, yaitu internal weakness yang berupa hubburiyasah gila kekuasaan, karohiyatul maut takut mati, dan hawa nafsu. Di lingkungan NU, tekanan eksternal itu adalah Suharto dengan deulamaisasi dan denuisasi. Suharto merusak ulama dan pesantrennya dengan cara menyebar uang dan menarik mereka dalam kekuasaan. Suharto rusak pesantren dan ulama, sehingga figur-figur seperti Kiai Munajat dan Kiai Dimyati tidak ke permukaan lama ini saya ke putera bungsunya Kiai Hamid Pasuruan. Saya dekat sekali dengan beliau.“Syaikh, orang datang ke kita seperti datang ke Kahin.”“Mending Gus, mereka ini datang njenengan bukan datang ke Kahin beneran,” jawab Syaikh Mus.“Dulu, waktu Mbah Hamid, ada orang Madura datang ke rumah, membawa buntelan. Terus ditanya Apa itu?”“Biasa” jawabnya. “Kembang”.“Digawe apa?” Tanya Kiai Hamid.“Sampean dongani, agar kapalku dapat banyak ikan dan besar.”“Oh, Ditaruh kapal. Kalau kembange ditaruh kapal, kembange jadi amis atau ikannya yang wangi. Taruh saja di rumah, di tempat tidurmu biar tempat tidurmu menjadi wangi,” saran Kiai Hamid dengan lemah lembut. “Kon deleh di sajadahmu biar kalau sembahyang menghirup bau wangi”.“Baiklah kalau begitu, Kiai.” Beberapa hari berikutnya sang nelayan datang dengan ikan besar.“Saya mau memberikan ikan-ikan ini kepada Kiai. Karena doa kiai saya mendapatkan ikan yang besar dan banyak.”“Lho aku belum doa je..” jawab Kiai Hamid sambil tersenyum. Inilah persembunyian dan ketawadhuan Kiai Hamid. Sebenarnya, tentu saja sudah didoakan. Inilah kekuatan dan kelemahan internal. Inilah internal strength yang aku maksudkan. “aku belum berdoa loh”. Wah, Inilah persembunyian Kiai Hamid. Luar biasa. Kalau tanpa internal strengthness di dalam hati, siapapun akan gampang terseret tsunami dunia yang besar. Karena kualitas-kualitas seperti inilah, maka beliau-beliau para ulama itu menjadi spreader of love cahaya Muhammad di segala penjuru. Maka di mana-mana saya mengajak muslim untuk haul, kembali menghidupkan pertalian batin mereka dengan Rasulullah. Saya melakukannya dengan action plan, bukan dengan penjelasan, bukan dengan frame of reference. Ulama dahulu menunjukkannya dengan karomah. “Karena saya khodimnya Syaikh Nadhim, dalam fana fi syaikh, ibaratnya saya hanya memegang gagang tombak. Ujung tombaknya adalah Syaikh Nadhim. Sedangkan Syaikh Nadhim dalam kefanaannya fi rasul, beliau tidak ada. Beliau hanya mengadakan Rasulullah SAW untuk orang banyak dan kehidupan saat ini dalam suatu transparani”. Perjalanan kami sudah sampai Magelang. Cerita kami berganti tentang Kiai Wahid Hasyim, ayahnya Gus Dur, pertalian antara lailatul ijtima NU dengan majelis dzikir Walisongo di Masjid Demak. Saya akan menuliskan cerita ini dalam edisi berikutnya. Dengan cerita di atas, semoga bisa mengambil manfaat. selamat menghidupkan kembali rasa di hati, senantiasa tenggelam dalam hadharah Qudsiyyah Allah, dan menjalin pertalian dengan Rasulullah SAW, sehingga bisa berkata pada masalah umat.
taruhannya.Sosok kyai ini sampai sekarang masih berawal saat beliau mendapatkan sejenis ilham atau isyarat atau apalah yg membuat beliau gundah dan bisa gak bisa harus beliau lakukan yaitu ke kalimantan.karena keyakinan ini beliau pamit sama bapaknya yg sudah renta dan juga pamit sama anak/istrinya dan seluruh santrinya yaitu
Age, Biography and Wiki Chris Oyakhilome was born on 7 December, 1963 in Edo, Nigeria, is a Pastor, faith healing minister, television host and author. Discover Chris Oyakhilome's Biography, Age, Height, Physical Stats, Dating/Affairs, Family and career updates. Learn How rich is He in this year and how He spends money? Also learn how He earned most of networth at the age of 59 years old? Popular As N/A Occupation Pastor, faith healing minister, television host and author Age 59 years old Zodiac Sign Sagittarius Born 7 December 1963 Birthday 7 December Birthplace Edo, Nigeria Nationality Nigeria We recommend you to check the complete list of Famous People born on 7 December. He is a member of famous Pastor with the age 59 years old group. He one of the Richest Pastor who was born in Nigeria. Chris Oyakhilome Height, Weight & Measurements At 59 years old, Chris Oyakhilome height not available right now. We will update Chris Oyakhilome's Height, weight, Body Measurements, Eye Color, Hair Color, Shoe & Dress size soon as possible. Physical Status Height Not Available Weight Not Available Body Measurements Not Available Eye Color Not Available Hair Color Not Available Who Is Chris Oyakhilome's Wife? His wife is Anita Oyakhilome m. 1991–2016 Family Parents Not Available Wife Anita Oyakhilome m. 1991–2016 Sibling Not Available Children Sharon Oyakhilome, Charlyn Oyakhilome Chris Oyakhilome Net Worth His net worth has been growing significantly in 2022-2023. So, how much is Chris Oyakhilome worth at the age of 59 years old? Chris Oyakhilome’s income source is mostly from being a successful Pastor. He is from Nigeria. We have estimated Chris Oyakhilome's net worth , money, salary, income, and assets. Net Worth in 2023 $30–50 million 2011, Forbes Salary in 2023 Under Review Net Worth in 2022 Pending Salary in 2022 Under Review House Not Available Cars Not Available Source of Income Pastor Chris Oyakhilome Social Network Instagram Linkedin Twitter Facebook Chris Oyakhilome Facebook Wikipedia Chris Oyakhilome Wikipedia Imdb Timeline In 1991, Oyakhilome married Anita Ebhodaghe. They had two daughters. Anita Ebodaghe filed for divorce on 9 April 2014 at the Central Family Court in London. After the separation, they also decided to share custody of their two children. They divorced in February 2016 after 25 years of marriage on the basis of "Unreasonable Behavior." On 6 October 2018, Oyakhilome's first daughter Sharron Oyakhilome, married Phillip Frimpong; a Ghanaian man, and her mother was reportedly absent. Oyakhilome runs an online prayer network using social media to send messages to Christians in several countries. He had over million followers on Twitter in 2013, over million followers on Facebook, and operates a smartphone messenger called KingsChat. Oyakhilome is also the author of the daily devotional "Rhapsody of Realities". In 2015, Oyakhilome was given an honorary doctorate from Ambrose Alli University, and Benson Idahosa University. In 2017, Oyakhilome, in partnership with Benny Hinn, created the Christian cable channel LoveWorld USA. In 2011, Forbes estimated Oyakhilome's personal wealth as between $30 million and $50 million. Oyakhilome's ministry holds meetings in the United Kingdom and the United States, and has "healing school" sessions in South Africa and Canada. He was also the first to pioneer a Christian-based television network from Africa to the rest of the world. He also held the largest single night event held in Nigeria in 2005 with million people in attendance "Good Friday Miracle Night". Oyakhilome also hosts Higher Life conferences in Nigeria, Ghana, South Africa, UK, US and Canada, and organized the Night of Bliss South Africa event at the FNB Stadium in Johannesburg. Oyakhilome also operates an International School of Ministry, which held one of its Ministers' Network Conferences in 2016 with 5,000 ministers in attendance from 145 countries, in Johannesburg, South Africa. Chris Oyakhilome also known as "Pastor Chris" born 7 December 1963 is the founder and president of LoveWorld Incorporated, also known as Christ Embassy, based in Lagos, Nigeria. Oyakhilome was born on 7 December 1963. He is the eldest son of the family of Tim Oyakhilome.
KyaiSholeh Darat. Muhammad Shalih bin Umar (1820 M), yang lebih dikenal dengan sebutan Kiai Shaleh Darat, adalah seorang ulama besar pada zamannya. Ketinggian ilmunya tidak hanya bisa dilihat dari karya-karya monumental dan keberhasilan murid-muridnya menjadi ulama-ulama besar di Jawa, tetapi juga bisa dilihat dari pengakuan penguasa Mekkah
Chris Oyakhilome Net Worth Chris Oyakhilome is a Nigerian televangelist and faith healer who has a net worth of $50 million. Popularly known as the "Pastor Chris", Chris Oyakhilome is the founder and founding president of Believers' LoveWorld Incorporated aka "Christ Embassy", a Bible-based Christian ministry with headquarters in Lagos, Nigeria. The ministry has a handful of arms including the Healing School, Rhapsody of Realities and an called the Innercity Missions along with some three Christian television channels LoveWorld TV, LoveWorld SAT and LoveWorld Plus. One of the most influential preachers in Africa, Chris Oyakhilome has started to hone his orator skill ever since his secondary and tertiary school days. Blessed with a natural charisma, he eventually managed to gather more than million people in a single night's event through Oyakhilome's television programs that feature his faith healings, miracles and large meetings. However, he was involved in a $35 million money laundering case in which he was accused of transferring funds from his church to foreign banks. Having pleaded no wrongdoing, he eventually got free of charge and the case was dismissed. Furthermore, he was severely criticized by the Treatment Action Campaign for his support of faith healing as a way to cure HIV. Richest Pastors in Nigeria How Folorunsho Alakija Went From Humble Secretary To Multi-Billionaire Oil Tycoon Indian Billionaire And Yogi Claim They Have A 100% Herbal Cure For Covid-19 – Experts Disagree All net worths are calculated using data drawn from public sources. When provided, we also incorporate private tips and feedback received from the celebrities or their representatives. While we work diligently to ensure that our numbers are as accurate as possible, unless otherwise indicated they are only estimates. We welcome all corrections and feedback using the button we make a mistake?Submit a correction suggestion and help us fix it!
Search Cerita Santri Sakti. Tidak ada yang tahu apa isi serat ini Menurut cerita, pertikaian keempat pasirah tersebut didamaikan oleh Maharaja Sakti Suatu hari di bulan Ramadhan, KH Abdurrahman Wahid diundang mantan Presiden Soeharto ke kediamannya di Cendana, Jakarta Cerita Santri Sakti COM, SURABAYA - Hari ini (22/10/2019), menjadi momentum suprise tersendiri bagi Wakil Walikota Surabaya
Karomah Mbah Kholil Ulama besar yang digelar oleh para Kyai sebagai “Syaikhuna” yakni guru kami, karena kebanyakan Kyai-Kyai dan pengasas pondok pesantren di Jawa dan Madura pernah belajar dan nyantri dengan beliau. Pribadi yang dimaksudkan ialah Mbah Kholil. Tentunya dari sosok seorang Ulama Besar seperti Mbah Kholil mempunyai karomah. Istilah karomah berasal dari bahasa Arab. Secara bahasa berarti mulia, Syeikh Thahir bin Shaleh Al-Jazairi dalam kitab Jawahirul Kalamiyah mengartikan kata karomah adalah perkara luar biasa yang tampak pada seorang wali yang tidak disertai dengan pengakuan seorang Nabi. Adapun karomah Mbah Kholil diantaranya a. Tertawa Keras didalam Sholat Pada suatu hari, didalam sholat jemaah yang dipimpin oleh kyai disebuah pesantren tempat kyai Kholil mencari ilmu, Kyai Kholil muda tertawa cukup keras sehingga teman-temannya takut kalau-kalau kyai akan marah karna sikapnya itu. Dugaan mereka tidak keliru,setelah selesai sholat sang kyai menegur Kyai Kholil muda dengan sikapnya yang tertawa cukup keras waktu solat tersebut yang memang dilarang dalam Islam. Ternyata, Kyai Kholil muda masih terus tertawa meskipun kyai sangat marah terhadapnya. Akhirnya Kyai Kholil menjawab bahwa ketika sholat berjamaah berlangsung dia melihat sebuah berkat wadah nasi waktu kenduri diatas kepala sang Kyai. Mendengar jawaban tersebut, sang kyai menjadi sadar dan merasa malu atas sholat yang ia pimpin tersebut. Karena sang kyai ingat bahwa selama sholat berlangsung, dia memang merasa tergesa-gesa untuk menghadiri kenduri sehingga mengakibatkan solatnya tidak khusyuk. b. Debat kepiting dan Rajungan Pada suatu hari, para ulama Mekah berkumpul di Masjidil Haram untuk berdiskusi membahas masalah dan hukum Islam yang sedang terjadi di Makah. Semua persoalan didiskusikan tanpa hambatan dan selalu mendapatkan solusi dan kesepakatan semua Ulama tersebut. Akan tetapi pada masalah mengenai halal atau haramnya kepiting dan rajungan terjadi banyak pendapat dan tidak menemukan solusi. Kyai Kholil pada waktu itu berada diantara peserta diskusi sambil mendengarkan dengan tekun sambil sekali-sekali tersenyum melihat silang pendapat para peserta diskusi. Melihat jalan buntu permasalahan yang ada dihadapnya, Kyai Kholil minta izin untuk menawarkan solusi untuk masalah tersebut. Akhirnya Kyai Kholil dipersilahkan untuk naik ke atas mimbar oleh pimpinan diskusi. Setelah tiba diatas mimbar, Kyai Kholil berkata, “ Saudara sekalian, ketidaksepakatan kita dalam menentukan hukum kepiting dan rajungan ini menurut saya disebabkan karena saudara sekalian belum melihat secara pasti wujud kepiting dan rajungan” ujar kyai Kholil. Semua ulama yg hadir dalam diskusi tersebut menyetujui keterangan kyai Kholil tersebut. “ saudara sekalian, adapun wujud kepiting seperti ini” ucap kyai Kholil sambil memegang kepiting yang masih basah. “sedangkan yang rajungan seperti ini” lanjut Kyai Kholil sambil memegang rajungan yang masih basah, seakan baru mengambil dari laut. Semua hadirin merasa terpana dan suasana menjadi gaduh karna keanehan tersebut. Mereka hanya bisa merasa heran dan bingung dari mana sang Kyai Kholil mendapatkankepiting dan rajungan dengan sekejap saja. Maka setelah kejadian tersebut, masalah halal atau haramnya kepiting dan rajungan telah menemukan solusinya. Sejak kejadian itu, Kyai Kholil menjadi ulama yg disegani di antara ulama Masjidil Haram. c. Ke Makkah Naik Kerocok sejenis daun aren yg dapat mengapung di air Pada suatu sore di pinggir pantai daerah Bangkalan, Kyai Kholol hanya ditemani oleh Kyai Syamsul Arifin, salah seorang murid dan sahabatnya. Mereka membicarakan perihal urusan pesantren dan persoalan umat, tak terasa waktu sudah berlangsung lama dan matahari hampir terbenam. “ kita belum solat Ashar kyai” kata Kyai Syamsul Arifin. “ Astaghfirullah ” kata kyai Kholil menyadari Kekhilafannya. “ waktu ashar hampir habis, kita tidak mungkin sholat secara sempurna Kyai” ucap Kyai syamsul Arifin. “ kalau begitu, ambil kerocok untuk kita pakai ke Makkah ” kata Kyai Kholil. Setelah mendapatkan kerocok, mereka menumpanginya di atas kerocok tersebut. Beberapa saat ketika Kyai Kholil menatap ke Makkah, tiba-tiba kerocok yang ditumpanginya melesat dengan cepat ke arah Makkah. Sesampainya ke Makkah, Azan solat ashar baru saja dikumandangkan dan mereka mendapatkan Shaf pertama sholat Ashar berjamaah di Masjidil Haram. d. Mengubah Arah Kiblat Masjid Pada suatu hari, Kyai Kholil sedang melihat masjid yang sedang dibangun oleh menantu beliau yaitu Kyai Muntaha. Ketika melihat arah kiblat pada masjid tersebut, Kyai Kholil menegur sang menantu yang alim itu untuk membetulkan arah kiblat masjid yang sedang dibangunnya itu. Sebagai orang yg alim, Kyai Muntaha mempunyai alasan dalam menentukan arah kiblat tersebut, beberapa argumen ditunjukan kepada Kyai Kholil dalam penentuan arah kiblat tersebut. Melihat menantunya tidak ada tanda-tanda untuk mendengar nasihatnya, Kyai Kholil tersenyum sambil berjalan kearah tempat pengimaman di ikuti sang menantu. Kyai Kholil mengambil sebuah kayu untuk melubangi dinding tembok arah kiblat dan menyuruh Kyai Muntaha untuk melihat lubang pada dinding masjid di tempat pengimaman. Betapa kagetnya Kyai Muntaha setelah melihat lubang itu, sang menantu melihat dalam lubang kecil itu terlihat Ka’bah yang berada di Makkah dengan sangat jelas. Dengan penglihatan itu, Kyai Muntaha heran dan sadar bahwa arah kiblat yang menjadi kiblat bangunan masjidnya salah. Arah kiblat bangunan masjid terlalu miring dan terbukti benar apa yang di koreksi Kyai Kholil. e. Membelah Diri Kesaktian lain dari Mbah Kholil, adalah kemampuannya membelah diri. Dia bisa berada di beberapa tempat dalam waktu bersamaan. Pernah ada peristiwa aneh saat beliau mengajar di pesantren. Saat berceramah, Mbah Kholil melakukan sesuatu yang tak terpantau mata. ”Tiba-tiba baju dan sarung beliau basah kuyup,” Cerita KH. Ghozi. Para santri heran. Sedangkan beliau sendiri cuek, tak mau menceritakan apa-apa. Langsung ngeloyor masuk rumah, ganti baju. Teka-teki itu baru terjawab setengah bulan kemudian. Ada seorang nelayan sowan ke Mbah Kholil. Dia mengucapkan terimakasih, karena saat perahunya pecah di tengah laut, langsung ditolong Mbah Kholil. ”Kedatangan nelayan itu membuka tabir. Ternyata saat memberi pengajian, Mbah Kholil dapat pesan agar segera ke pantai untuk menyelamatkan nelayan yang perahunya pecah. Dengan karomah yang dimiliki, dalam sekejap beliau bisa sampai laut dan membantu si nelayan itu,” Papar KH. Ghozi yang kini tinggal di Wedomartani Ngemplak Sleman ini. f. Menyembuhkan Orang Lumpuh Seketika Dalam buku yang berjudul “Tindak Lampah Romo Yai Syeikh Ahmad Jauhari Umar” menerangkan bahwa Mbah Kholil Bangkalan termasuk salah satu guru Romo Yai Syeikh Ahmad Jauhari Umar yang mempunyai karomah luar biasa. Diceritakan oleh penulis buku tersebut sebagai berikut “Suatu hari, ada seorang keturunan Cina sakit lumpuh, padahal ia sudah dibawa ke Jakarta tepatnya di Betawi, namun belum juga sembuh. Lalu ia mendengar bahwa di Madura ada orang sakti yang bisa menyembuhkan penyakit. Kemudian pergilah ia ke Madura yakni ke Mbah Kholil untuk berobat. Ia dibawa dengan menggunakan tandu oleh 4 orang, tak ketinggalan pula anak dan istrinya ikut mengantar. Di tengah perjalanan ia bertemu dengan orang Madura yang dibopong karena sakit kakinya kerobohan pohon. Lalu mereka sepakat pergi bersama-sama berobat ke Mbah Kholil. Orang Madura berjalan di depan sebagai penunjuk jalan. Kira-kira jarak kurang dari 20 meter dari rumah Mbah Kholil, muncullah Mbah Kholil dalam rumahnya dengan membawa pedang seraya berkata “Mana orang itu?!! Biar saya bacok sekalian.” Melihat hal tersebut, kedua orang sakit tersebut ketakutan dan langsung lari tanpa ia sadari sedang sakit. Karena Mbah Kholil terus mencari dan membentak-bentak mereka, akhirnya tanpa disadari, mereka sembuh. Setelah Mbah Kholil wafat kedua orang tersebut sering ziarah ke makam beliau. g. Kisah Pencuri Timun Tidak Bisa Duduk Pada suatu hari petani timun di daerah Bangkalan sering mengeluh. Setiap timun yang siap dipanen selalu kedahuluan dicuri maling. Begitu peristiwa itu terus-menerus, akhirnya petani timun itu tidak sabar lagi. Setelah bermusyawarah, maka diputuskan untuk sowan ke Mbah Kholil. Sesampainya di rumah Mbah Kholil, sebagaimana biasanya Kyai tersebut sedang mengajarkan kitab Nahwu. Kitab tersebut bernama Jurumiyah, suatu kitab tata bahasa Arab tingkat pemula. “Assalamu’alaikum, Kyai,” Ucap salam para petani serentak. “Wa’alaikumussalam warahmatullahi wabarakatuh,“ Jawab Mbah Kholil. Melihat banyaknya petani yang datang. Mbah Kholil bertanya “Sampean ada keperluan, ya?” “Benar, Kyai. Akhir-akhir ini ladang timun kami selalu dicuri maling, kami mohon kepada Kyai penangkalnya,” Kata petani dengan nada memohon penuh harap. Ketika itu, kitab yang dikaji oleh Kyai kebetulan sampai pada kalimat “qoma zaidun” yang artinya “zaid telah berdiri”. Lalu serta-merta Mbah Kholil berbicara sambil menunjuk kepada huruf “qoma zaidun”. “Ya.., Karena pengajian ini sampai qoma zaidun’, ya qoma zaidun’ ini saja pakai sebagai penangkal,” Seru Kyai dengan tegas dan mantap. “Sudah, Pak Kyai?” Ujar para petani dengan nada ragu dan tanda tanya. “Ya sudah,” Jawab Mbah Kholil menandaskan. Mereka puas mendapatkan penangkal dari Mbah Kholil. Para petani pulang ke rumah mereka masing-masing dengan keyakinan kemujaraban penangkal dari Mbah Kholil. Keesokan harinya, seperti biasanya petani ladang timun pergi ke sawah masing-masing. Betapa terkejutnya mereka melihat pemandangan di hadapannya. Sejumlah pencuri timun berdiri terus-menerus tidak bisa duduk. Maka tak ayal lagi, semua maling timun yang selama ini merajalela diketahui dan dapat ditangkap. Akhirnya penduduk berdatangan ingin melihat maling yang tidak bisa duduk itu, semua upaya telah dilakukan, namun hasilnya sia-sia. Semua maling tetap berdiri dengan muka pucat pasi karena ditonton orang yang semakin lama semakin banyak. Satu-satunya jalan agar para maling itu bisa duduk, maka diputuskan wakil petani untuk sowan ke Mbah Kholil lagi. Tiba di kediaman Mbah Kholil, utusan itu diberi obat penangkal. Begitu obat disentuhkan ke badan maling yang sial itu, akhirnya dapat duduk seperti sedia kala. Dan para pencuri itupun menyesal dan berjanji tidak akan mencuri lagi di ladang yang selama ini menjadi sasaran empuk pencurian. Maka sejak saat itu, petani timun di daerah Bangkalan menjadi aman dan makmur. Sebagai rasa terima kasih kepada Mbah Kholil, mereka menyerahkan hasil panenannya yaitu timun ke pondok pesantren berdokar-dokar. Sejak itu, berhari-hari para santri di pondok kebanjiran timun, dan hampir-hampir di seluruh pojok-pojok pondok pesantren dipenuhi dengan timun. h. Kisah Ketinggalan Kapal Laut Kejadian ini pada musim haji. Kapal laut pada waktu itu, satu-satunya angkutan menuju Mekkah. Semua penumpang calon haji naik ke kapal dan bersiap-siap, tiba-tiba seorang wanita berbicara kepada suaminya “Pak, tolong saya belikan anggur, saya ingin sekali,” Ucap istrinya dengan memelas. “Baik, kalau begitu. Mumpung kapal belum berangkat, saya akan turun mencari anggur,” Jawab suaminya sambil bergegas ke luar kapal. Suaminya mencari anggur di sekitar ajungan kapal, nampaknya tidak ditemui penjual buah anggur seorangpun. Akhirnya dicobanya masuk ke pasar untuk memenuhi keinginan istrinya tercinta. Dan meski agak lama, toh akhirnya anggur itu didapat juga. Betapa gembiranya sang suami mendapatkan buah anggur itu. Dengan agak bergegas, dia segera kembali ke kapal untuk menemui isterinya. Namun betapa terkejutnya setelah sampai ke ajungan, kapal yang akan ditumpangi semakin lama semakin menjauh. Sedih sekali melihat kenyataan ini. Ia duduk termenung tidak tahu apa yang mesti diperbuat. Di saat duduk memikirkan nasibnya, tiba-tiba ada seorang laki-laki datang menghampirinya. Dia memberikan nasihat “Datanglah kamu kepada Mbah Kholil Bangkalan, utarakan apa musibah yang menimpa dirimu!” Ucapnya dengan tenang. “Mbah Kholil?” Pikirnya. “Siapa dia, kenapa harus ke sana, bisakah dia menolong ketinggalan saya dari kapal?” Begitu pertanyaan itu berputar-putar di benaknya. “Segeralah ke Mbah Kholil minta tolong padanya agar membantu kesulitan yang kamu alami, insya Allah,” Lanjut orang itu menutup pembicaraan. Tanpa pikir panjang lagi, berangkatlah sang suami yang malang itu ke Bangkalan. Setibanya di kediaman Mbah Kholil, langsung disambut dan ditanya “Ada keperluan apa?” Lalu suami yang malang itu menceritakan apa yang dialaminya mulai awal hingga datang ke Mbah Kholil. Tiba-tiba Kyai itu berkata “Lho, ini bukan urusan saya, ini urusan pegawai pelabuhan. Sana pergi!” Lalu suami itu kembali dengan tangan hampa. Sesampainya di pelabuhan sang suami bertemu lagi dengan orang laki-laki tadi yang menyuruh ke Mbah Kholil, lalu bertanya ”Bagaimana, sudah bertemu Mbah Kholil?” “Sudah, tapi saya disuruh ke petugas pelabuhan,” Katanya dengan nada putus asa. “Kembali lagi, temui Mbah Kholil!” Ucap orang yang menasehati dengan tegas tanpa ragu. Maka sang suami yang malang itupun kembali lagi ke Mbah Kholil. Begitu dilakukannya sampai berulang kali. Baru setelah ketiga kalinya, Mbah Kholil berucap “Baik kalau begitu, karena sampeyan ingin sekali, saya bantu sampeyan.” “Terima kasih Kyai,” Kata sang suami melihat secercah harapan. “Tapi ada syaratnya,” Ucap Mbah Kholil. “Saya akan penuhi semua syaratnya,” Jawab orang itu dengan sungguh-sungguh. Lalu Mbah Kholil berpesan “Setelah ini, kejadian apapun yang dialami sampeyan jangan sampai diceritakan kepada orang lain, kecuali saya sudah meninggal. Apakah sampeyan sanggup?” Seraya menatap tajam. “Sanggup Kyai,“ Jawabnya spontan. “Kalau begitu ambil dan pegang anggurmu pejamkan matamu rapat-rapat,” Kata Mbah Kholil. Lalu sang suami melaksanakan perintah Mbah Kholil dengan patuh. Setelah beberapa menit berlalu dibuka matanya pelan-pelan. Betapa terkejutnya dirinya sudah berada di atas kapal tadi yang sedang berjalan. Takjub heran bercampur jadi satu, seakan tak mempercayai apa yang dilihatnya. Digosok-gosok matanya, dicubit lengannya. Benar kenyataan, bukannya mimpi, dirinya sedang berada di atas kapal. Segera ia temui istrinya di salah satu ruang kapal. “Ini anggurnya, dik. Saya beli anggur jauh sekali,” Dengan senyum penuh arti seakan tidak pernah terjadi apa-apa dan seolah-olah datang dari arah bawah kapal. Padahal sebenarnya dia baru saja mengalami peristiwa yang dahsyat sekali yang baru kali ini dialami selama hidupnya. Terbayang wajah Mbah Kholil. Dia baru menyadarinya bahwa beberapa saat yang lalu, sebenarnya dia baru saja berhadapan dengan seseorang yang memiliki karomah yang sangat luar biasa. i. Kyai Kholil dipenjara oleh Penjajah Masa hidup Kiai Kholil, tidak luput dari gejolak perlawanan terhadap penjajah. Tetapi, dengan caranya sendiri Kiai Kholil melakukan perlawanan; pertama, ia melakukannya dalam bidang pendidikan. Dalam bidang ini, Kiai Kholil mempersiapkan murid-muridnya untuk menjadi pemimpin yang berilmu, berwawasan, tangguh dan mempunyai integritas, baik kepada agama maupun bangsa. Ini dibuktikan dengan banyaknya pemimpin umat dan bangsa yang lahir dari tangannya; salah satu di antaranya Kiai Hasyim Asy’ari, Pendiri Pesantren Tebuireng. Cara yang kedua, Kiai Kholil tidak melakukan perlawanan secara terbuka, melainkan ia lebih banyak berada di balik layar. Realitas ini tergambar, bahwa ia tak segan-segan untuk memberi suwuk mengisi kekuatan batin, tenaga dalam kepada pejuang, pun Kiai Kholil tidak keberatan pesantrennya dijadikan tempat persembunyian. Ketika pihak penjajah mengetahuinya, Kiai Kholil ditangkap dengan harapan para pejuang menyerahkan diri. Tetapi, ditangkapnya Kiai Kholil, malah membuat pusing pihak Belanda; karena ada kejadian-kejadian yang tidak bisa mereka mengerti; seperti tidak bisa dikuncinya pintu penjara, sehingga mereka harus berjaga penuh supaya para tahanan tidak melarikan diri. Di hari-hari selanjutnya, ribuan orang datang ingin menjenguk dan memberi makanan kepada Kiai Kholil, bahkan banyak yang meminta ikut ditahan bersamanya. Kejadian tersebut menjadikan pihak Belanda dan sekutunya merelakan Kiai Kholil untuk di bebaskan saja. j. Kyai kholil berguru ke kyai pasuruan Ketika Kiai Kholil masih muda, dia mendengar bahwa di Pasuruan ada seÂorang kiai yang sangat sakti mandraÂguna. Namanya Abu Darin. Kholil muda ingin sekali belajar kepada Abu Darin. SemaÂngat untuk menimba ilmu itu begitu mengÂgebu-gebu pada dirinya sehingga jarak tempuh yang begitu jauh dari BangÂkalan di Pulau Madura ke Pasuruan di Pulau Jawa tidak dianggapnya sebagai rintangÂan berarti, meski harus berjalan kaki. Namun apa daya, sesampainya Kholil muda di Desa Wilungan, Pasuruan, temÂpat kiai Abu Darin membuka pesantren, ternyata Kiai Abu Darin sudah wafat. Dia meninggal hanya beberapa hari sebelum kedatangan Kholil muda. Habislah haÂrapannya untuk mewujudkan cita-citaÂnya berguru kepada kiai yang mempuÂnyai ilmu tinggi tersebut. Dengan langkah gontai karena capai fisik dan penat mental, hari berikutnya KhoÂlil berta’ziyah ke makam Kiai Abu DaÂrin. Di depan pusara Kiai Darin, Kholil membaca Al-Qur’an hingga 40 hari. Dan pada hari yang ke-41, ketika Kholil teÂngah ketiduran di makam, Kiai Abu Darin hadir dalam mimpinya. Dalam kesempatan itu almarhum mengatakan kepada Kholil, “Niatmu untuk belajar sungguh terpuji. Telah aku ajarkan keÂpadamu beberapa ilmu, maka peliharalah.” Kholil lalu terbangun, dan serta merta dia sudah hafal kandungan kitab Imrithi, Asymuni, dan Alfiyah, kitab utama peÂsantren itu. Subhanallah. k. Melindungi calon santrinya dari musibah Pada kisah yang lain, Kiai Kholil berÂusaha melindungi calon santrinya dari musibah, padahal dia berada di BangÂkalan, sementara si calon santri di teÂngah Alas Roban, Batang, Pekalongan. Menurut cerita si calon santri yang berÂnama Muhammad Amin, ia berangÂkat dari Kempek, Cirebon, bersama lima orang temannya, menuju Bangkalan, MaÂdura, untuk berguru kepada Kiai KhoÂlil. Mereka tidak membawa bekal apa-apa kecuali beberapa lembar sarung, baju, dan celana untuk tidur, parang, serÂta thithikan, alat pemantik api yang terÂbuat dari batu. Setelah berjalan kaki berhari-hari, menerobos hutan dan menyeberangi sungai, mereka sampai di tepi Hutan Roban di luar kota Batang, Pekalongan. Hutan itu terkenal angker, sehingga tidak ada yang berani merambahnya. Pohon-pohon yang ada di hutan itu beÂsar-besar, semak belukar sangat tinggi, banyak binatang buas di dalamnya. NaÂmun yang lebih menyeramkan, banyak perampok yang berkeliaran di tepi hutan itu. Mereka perampok yang kejam dan tidak segan-segan membantai mangsaÂnya kalau melawan. Menjelang malam, tatkala enam orang calon santri itu sedang mencari temÂpat untuk tidur, tiba-tiba muncul seÂsosok laki-laki. Namun karena tampangÂnya biasa-biasa saja, mereka tidak meÂnaruh curiga. Bahkan orang itu kemudiÂan bertanya apa mereka punya thithikan, karena ia akan menyulut rokok. Namun setelah benda itu dipegangÂnya, ia mengatakan bahwa batu itu terÂlalu halus sehingga sulit dipakai untuk membuat api. “Masih perlu dibikin kasar sedikit,” kata orang itu sambil memasukÂkan batu tersebut ke mulutnya lalu mengÂgigitnya seÂhingga pecah menjadi dua. Terbelalak mata enam orang calon santri itu menyaksikan kekuatan mulut laki-laki itu. Mereka gemetar ketakutan. “Serahkan barang-barang kalian,” hardik orang itu. Amin, yang paling berani di antara meÂreka, menjawab, “Kalau barang-baÂrang kami diambil, kami tidak bisa meÂlanjutkan perjalanan ke Bangkalan.” Mendengar kata “Bangkalan”, orang itu tampak waswas. “Mengapa kalian ke sana?” dia balik bertanya. “Kami mau berguru kepada Mbah Kholil,” jawab Amin. Tersentak laki-laki itu, seperti pemÂburu tergigit ular berbisa. Wajahnya puÂcat pasi, bibirnya menggigil. “Jadi kalian mau nyantri sama Kiai Kholil?” “Betul,” sahut enam calon santri itu berÂsamaan. Mereka gembira karena meÂrasa tidak akan dirampok. Tapi dugaan itu meleset. “Kalau begitu, serahkan semua baÂrangmu kepadaku,” kata lelaki itu. “KaliÂan tidur saja di sini, dan aku akan menÂjaga kalian semalaman.” Makin ketakutan saja para remaja itu. Mereka kemudian memang membaringÂkan badan tapi mata tidak bisa diajak tidur semaÂlaman. Maut seakan sudah dekat saja. Keesokan harinya, selepas mereka shalat Subuh, lelaki itu mengajak mereka pergi. “Ayo kita berangkat,” ujarnya. “Ke mana ?” tanya para calon santri. “Akan kuantar kalian ke luar dari huÂtan ini agar tidak diganggu oleh peramÂpok lain,” jawabnya tampak ramah. Dalam hati mereka bertanya-tanya, apa maunya orang ini. Namun sebelum pertanyaan itu terjawab, orang itu berÂkata. “Sebenarnya kalian akan aku ramÂpok, dan menjual kalian kepada onderÂneming untuk dijadikan kuli kontrak di luar Jawa. Tapi ilmu saya akan berbalik mencelakakan diri saya kalau berani mengganggu para calon santri Kiai Kholil. Sebab guru saya pernah dikalahÂkan Kiai Kholil dengan ilmu putihnya.” Maka enam remaja dari Kempek itu kian mantap untuk nyantri ke Bangkalan. Terlebih lagi baru di perjalanan saja unÂtuk menuju pesantren Kiai Kholil mereka telah memperoleh karamah dari pemimÂpin pesantren tersebut. l. Kedatangan macan Suatu hari di bulan Syawal. Kiai Kholil tiba-tiba memanggil santrinya. Anak-anakku, sejak hari ini kalian harus memperketat penjagaan pondok pesantren. Pintu gerbang harus senantiasa dijaga, sebentar lagi akan ada macan masuk ke pondok kita ini.” Kata Syeikh Kholil agak serius. Mendengar tutur guru yang sangat dihormati itu, segera para santri mempersiapkan diri. Waktu itu sebelah timur Bangkalan memang terdapat hutan-hutan yang cukup lebat dan angker. Hari demi hari, penjagaan semakin diperketat, tetapi macan yang ditungu-tunggu itu belum tampak juga. Memasuki minggu ketiga, datanglah ke pesantren pemuda kurus, tidak berapa tinggi berkulit kuning langsat sambil menenteng kopor seng. Sesampainya di depan pintu rumah SyeikhKholil, lalu mengucap salam. Mendengar salam itu, bukan jawaban salam yang diterima, tetapi Kiai malah berteriak memanggil santrinya ; Hey santri semua, ada macan….macan.., ayo kita kepung. Jangan sampai masuk ke pondok.” Seru Syeikh Kholil bak seorang komandan di medan perang. Mendengar teriakan Syeikh kontan saja semua santri berhamburan, datang sambil membawa apa yang ada, pedang, clurit, tongkat, pacul untuk mengepung pemuda yang baru datang tadi yang mulai nampak kelihatan pucat. Tidak ada pilihan lagi kecuali lari seribu langkah. Namun karena tekad ingin nyantri ke Syeikh Kholil begitu menggelora, maka keesokan harinya mencoba untuk datang lagi. Begitu memasuki pintu gerbang pesantren, langsung disongsong dengan usiran ramai-ramai. Demikian juga keesokan harinya. Baru pada malam ketiga, pemuda yang pantang mundur ini memasuki pesantren secara diam-diam pada malam hari. Karena lelahnya pemuda itu, yang disertai rasa takut yang mencekam, akhirnya tertidur di bawah kentongan surau. Secara tidak diduga, tengah malam Syeikh Kholil datang dan membantu membangunkannya. Karuan saja dimarahi habis-habisan. Pemuda itu dibawa ke rumah Syeikh Kholil. Setelah berbasa-basi dengan seribu alasan. Baru pemuda itu merasa lega setelah resmi diterima sebagai santri Syeikh Kholil. Pemuda itu bernama Abdul Wahab Hasbullah. Kelak kemudian hari santri yang diisyaratkan macan itu, dikenal dengan nama KH. Wahab Hasbullah, seorang Kiai yang sangat alim, jagoan berdebat, pembentuk komite Hijaz, pembaharu pemikiran. Kehadiran KH Wahab Hasbullah di mana-mana selalu berwibawa dan sangat disegani baik kawan maupun lawan bagaikan seekor macan, seperti yang diisyaratkan Syeikh Kholil. m. Santri yang tidak ikut jamaah Dan diantara karomahnya, pada suatu hari menjelang pagi, santri bernama Bahar dari Sidogiri merasa gundah, dalam benaknya tentu pagi itu tidak bisa sholat subuh berjamaah. Ketidak ikutsertaan Bahar sholat subuh berjamaah bukan karena malas, tetapi disebabkan halangan junub. Semalam Bahar bermimpi tidur dengan seorang wanita. Sangat dipahami kegundahan Bahar. Sebab wanita itu adalah istri Kiai Kholil, istri gurunya. Menjelang subuh, terdengar Kiai Kholil marah besar sambil membawa sebilah pedang seraya berucap“Santri kurang ajar.., santri kurang ajar…..Para santri yang sudah naik ke masjid untuk sholat berjamaah merasa heran dan tanda tanya, apa dan siapa yang dimaksud santri kurang ajar itu. Subuh itu Bahar memang tidak ikut sholat berjamaah, tetapi bersembunyi di belakang pintu masjid. Seusai sholat subuh berjamaah, Kiai Kholil menghadapkan wajahnya kepada semua santri seraya bertanya ; Siapa santri yang tidak ikut berjamaah?” Ucap Kiai Kholil nada menyelidik. Semua santri merasa terkejut, tidak menduga akan mendapat pertanyaan seperti itu. Para santri menoleh ke kanan-kiri, mencari tahu siapa yang tidak hadir. Ternyata yang tidak hadir waktu itu hanyalah Bahar. Kemudian Kiai Kholil memerintahkan mencari Bahar dan dihadapkan kepadanya. Setelah diketemukan lalu dibawa ke masjid. Kiai Kholil menatap tajam-tajam kepada bahar seraya berkata ; Bahar, karena kamu tidak hadir sholat subuh berjamaah maka harus dihukum. Tebanglah dua rumpun bambu di belakang pesantren dengan petok ini Perintah Kiai Kholil. Petok adalah sejenis pisau kecil, dipakai menyabit rumput. Setelah menerima perintah itu, segera Bahar melaksanakan dengan tulus. Dapat diduga bagaimana Bahar menebang dua rumpun bambu dengan suatu alat yang sangat sederhana sekali, tentu sangat kesulitan dan memerlukan tenaga serta waktu yang lama sekali. Hukuman ini akhirnya diselesaikan dengan baik. Alhamdulillah, sudah selesai, Kiai Ucap Bahar dengan sopan dan rendah hati. Kalau begitu, sekarang kamu makan nasi yang ada di nampan itu sampai habis, Perintah Kiai kepada lagi santri Bahar dengan patuh menerima hukuman dari Kiai Kholil. Setelah Bahar melaksanakan hukuman yang kedua, santri Bahar lalu disuruh makan buah-buahan sampai habis yang ada di nampan yang telah tersedia. Mendengar perintah ini santri Bahar melahap semua buah-buahan yang ada di nampan itu. Setelah itu santri Bahar diusir oleh Kiai Kholil seraya berucap ; Hai santri, semua ilmuku sudah dicuri oleh orang ini ucap Kiai Kholil sambil menunjuk ke arah Bahar. Dengan perasaan senang dan mantap santri Bahar pulang meninggalkan pesantren Kiai Kholil menuju kampung halamannya. Memang benar, tak lama setelah itu, santri yang mendapat isyarat mencuri ilmu Kiai Kholil itu, menjadi Kiai yang sangat alim, yang memimpin sebuah pondok pesantren besar di Jawa Timur. Kia beruntung itu bernama Kiai Bahar, seorang Kiai besar dengan ribuan santri yang diasuhnya di Pondok Pesantren Sido Giri, Pasuruan, Jawa Timur. n. Kedatangan habib Suatu hari menjelang sholat magrib. Seperti biasanya Kiai Kholil mengimami jamaah sholat bersama para santri Kedemangan. Bersamaan dengan Kiai Kholil mengimami sholat, tiba-tiba kedatangan tamu berbangsa Arab. Orang Madura menyebutnya Habib. Seusai melaksanakan sholat, Kiai Kholil menemui tamunya, termasuk orang Arab yang baru datang itu. Sebagai orang Arab yang mengetahui kefasihan Bahasa Arab. Habib menghampiri Kiai Kholil seraya berucap ; Kiai, bacaan Al- Fatihah antum anda kurang fasih tegur Habib. Setelah berbasa-basi beberapa saat. Habib dipersilahkan mengambil wudlu untuk melaksanakan sholat magrib. Tempat wudlu ada di sebelah masjid itu. Silahkan ambil wudlu di sana ucap Kiai sambil menunjukkan arah tempat wudlu. Baru saja selesai wudlu, tiba-tiba sang Habib dikejutkan dengan munculnya macan tutul. Habib terkejut dan berteriak dengan bahasa Arabnya, yang fasih untuk mengusir macan tutul yang makin mendekat itu. Meskipun Habib mengucapkan Bahasa Arab sangat fasih untuk mengusir macan tutul, namun macan itu tidak pergi juga. Mendengar ribut-ribut di sekitar tempat wudlu Kiai Kholil datang menghampiri. Melihat ada macan yang tampaknya penyebab keributan itu, Kiai Kholil mengucapkan sepatah dua patah kata yang kurang fasih. Anehnya, sang macan yang mendengar kalimat yang dilontarkan Kiai Kholil yang nampaknya kurang fasih itu, macan tutul bergegas menjauh. Dengan kejadian ini, Habib paham bahwa sebetulnya Kiai Kholil bermaksud memberi pelajaran kepada dirinya, bahwa suatu ungkapan bukan terletak antara fasih dan tidak fasih, melainkan sejauh mana penghayatan makna dalam ungkapan itu. o. Berselisih Suatu Ketika Habib Jindan bin Salim berselisih pendapat dengan seorang ulama, manakah pendapat yang paling sahih dalam ayat Maliki yaumiddin’, maliki-nya dibaca maaliki’ dengan memakai alif setelah mim, ataukah maliki’ tanpa alif.Setelah berdebat tidak ada titik temu. Akhirnya sepakat untuk sama-sama datang ke Kiyahi Keramat; Kiyahi Kholil bangkalan. Ketika itu Kiyahi yang jadi maha guru para kiyahi pulau Jawa itu sedang duduk didalam mushala, saat rombongan Habib Jindan sudah dekat ke Mushola sontak saja kiyahi Kholil berteriak. Maaliki yaumiddin ya Habib, Maaliki yaumiddin Habib, teriak Kiyahi Kholil bangkalan menyambut kedatangan Habib Jindan. Tentu saja dengan ucapan selamat datang yang aneh itu, sang Habib tak perlu bersusah payah menceritakan soal sengketa Maliki yaumiddin ataukah maaliki yaumiddin itu. Demikian cerita Habib Lutfi bin Yahya ketika menjelaskan perbendaan pendapat ulama dalam bacaan ayat itu pada Tafsir Thabari. p. Didatangi tamu Di Bangkalan Madura, hidup sepasang suami-isteri yang cukup bahagia. Pada suatu hari, sang suami berkata kepada isterinya. “Bu, saya ingin sekali sowan berkunjung ke Kyai Kholil,” katanya pada suatu pagi. “Itu bagus sekali Pak, tetapi apa yang akan kita bawa sebagai oleh-oleh kepada Kyai Kholil, kita tidak mempunyai apa-apa kecuali sebuah bentul,” jawab isterinya. “Tidak apa-apa, bentul itu saja yang kita bawa. Asalkan kita ikhlas, Insya Allah akan diterima,” tegas sang suami meyakinkan isterinya. Maka berangkatlah suami isteri tersebut ke Kyai Kholil. Dengan berbekal tawakkal dan sebuah bentul, mereka yakin akan diterima Kyai Kholil dengan baik. Bentul adalah makanan sangat sederhana sejenis talas. Sesampainya di kediaman Kyai Kholil kedatangannya sudah ditunggu. Mereka disambut dengan hangat. “Kyai, saya tidak membawa apa-apa, hanya sebuah bentul ini yang bisa kami haturkan untuk Kyai.” ucap sang suami rada malu-malu. “Wah kebetulan, saya memang ingin makan bentul,” jawab Kyai Kholil menghibur. Kemudian Kyai Kholil memanggil beberapa santri dan menyuruhnya untuk merebus bentul yang baru diterimanya itu. Tak lama setelah itu, santri datang membawa bentul yang sudah direbus itu. Kyai Kholil kelihatan sangat senang dan suka terhadap bentul itu, lalu dimakannya sampai habis. Suami-isteri yang sowan ke Kyai Kholil itu merasa senang, sebab apa yang dikhawatirkan selama ini menjadi kegembiraan. Beberapa hari kemudian, suami-isteri itu ingin sowan kembali ke kyai Kholil. Masih segar di ingatan suami isteri itu akan kesukaan Kyai Kholil. Kali ini, tidak seperti terdahulu. Mereka membawa oleh-oleh bentul sebanyak-banyaknya dengan harapan Kyai Kholil sangat senang menerimanya. Maka berangkatlah suami isteri tersebut ke ulama karismatik itu. Tidak seperti dahulu, dugaan mereka meleset. Mereka disambut dingin. Begitu juga dengan oleh-oleh yang banyak itu. Kyai Kholil tidak menerima oleh-olehnya dan disuruh bawa pulang kembali. Pada saat mereka pulang disadarinya apa yang telah mereka lakukan selama ini. Ternyata, oleh-oleh bentul yang pertama diniatkan semata-mata karena keikhlasan dan tawakkal kepada Allah, sedangkan sowan yang kedua tidak dilanda ikhlas, tetapi rasa pamrih. Mereka meyakini atas kekuatannya sendiri dan merasa dirinya mampu membawa oleh-oleh kepada kyai. Dan itu sangat tidak disukai Kyai Kholil. q. Hanya disuruh perbanyak baca istighfar Suatu hari Kyai Kholil kedatangan tiga tamu yang menghadap secara bersamaan. Sang kyai bertanya kepada tamu yang pertama “Sampeyan ada keperluan apa?” “Saya pedagang, Kyai. Tetapi hasil tidak didapat, malah rugi terus-menerus,” ucap tamu pertama. Beberapa saat Kyai Kholil menjawab, “Jika kamu ingin berhasil dalam berdagang, perbanyak baca istighfar,” pesan kyai mantap. Kemudian kyai bertanya kepada tamu kedua“Sampeyan ada keperluan apa?” “Saya sudah berkeluarga selama 18 tahun, tapi sampai saat ini masih belum diberi keturunan,” kata tamu kedua. Setelah memandang kepada tamunya itu, Kyai Kholil menjawab, “Jika kamu ingin punya keturunan, perbanyak baca istighfar,” tandas kyai. Kini, tiba giliran pada tamu yang ketiga. Kyai juga bertanya, “Sampeyan ada keperluan apa?” “Saya usaha tani, Kyai. Namun, makin hari hutang saya makin banyak, sehingga tak mampu membayarnya, ” ucap tamu yang ketiga, dengan raut muka serius. “Jika kamu ingin berhasil dan mampu melunasi hutangmu, perbanyak baca istighfar,” pesan kyai kepada tamu yang terakhir. Berapa murid Kyai Kholil yang melihat peristiwa itu merasa heran. Masalah yang berbeda, tapi dengan jawaban yang sama, resep yang sama, yaitu menyuruh memperbanyak membaca istighfar. Kyai Kholil mengetahui keheranan para santri. Setelah tamunya pulang, maka dipanggillah para santri yang penuh tanda tanya itu. Lalu, Kyai Kholil membacakan al-Qur’an Surat Nuh ayat 10-12. Mendengar jawaban kyai ini, para santri mengerti bahwa jawaban itu memang merupakan janji Allah bagi siapa yang memperbanyak baca istighfar. Memang benar. Tak lama setelah kejadian itu, ketiga tamunya semuanya berhasil apa yang dihajatkan. Ketika anda tidak sampai kehadirat-Nya sudah pasti anda sangat heran dengan ucapan orang-orang yang sudah bermakrifat, bisa berjumpa dengan Malaikat, berjumpa dengan Rasulullah SAW dan melihat Allah SWT, dan anda menganggap itu sebuah kebohongan dan sudah pasti anda mengumpulkan lagi puluhan bahkan ratusan dalil untuk membantah ucapan para ahli makrifat tersebut dengan dalil yang menurut anda sudah benar, padahal kadangkala dalil yang anda berikan justru sangat mendukung ucapan para Ahli Makrifat cuma sayangnya matahati anda dibutakan oleh hawa nafsu, dalam Al-Qur’an disebuat Khatamallahu ala Qulubihim Tertutup mata hati mereka itulah hijab yang menghalangi anda menuju Tuhan. -Salam ta’dzim-
. 292 302 478 270 495 64 143 373
kyai karomah tinggi yang masih hidup